Mama Papua, kalian sa pu inspirasi. Kalian perempuan Papua yang kuat dan tangguh. Apapun tentang diri mama, siap kau korbankan demi sebuah keluarga. Mama...trima kasih sudah jaga torang pu tanah air, Papua.
Jakarta - Buku catatan bergaris itu sa buka lagi setelah setahun tertutup. Warnanya masih tetap sama seperti dulu, putih. Namun, sedikit terasa kasar ditangan saat sa pegang dan buka. "Ahsim... ashim... ." Sa langsung bersin-bersin. Barangkali karena debu yang tra kelihatan itu beterbangan, masuk ke sa pu hidung.
Isi buku catatan itu masih utuh. Tulisan seperti cakar ayam. Itu sebutan yang biasa sa dengar saat masih duduk dibangku sekolah dasar dua puluh tahun lalu. Sa buka perlembar. Sabaca dan mengingat kembali saat peristiwa itu terjadi, peristiwa catat-mencatat. Waktunya setahun lalu, 2010.
Dalam lembaran bagian belakang, ada satu kalimat yang manarik sa pu minat untuk membaca buku catatan itu. De pu judul "Mama-mama pasar." Sehabis baca bait pertama,
"Rasa sakit di dalam hati bila ko tra peduli torang,"
Sa langsung ingat sosok mama-mama Papua yang berjualan noken (berfungsi sebagai tas) di atas trotoar, seberang gedung Bank Papua, Jayapura. Mereka menyulam benang menjadi noken-noken yang cantik. Ada yang bertuliskan Papua, West Papua, gambar bendera Papua Bintang Kejora, dan ada juga yang polos hitam, kuning, putih.
Gambar noken berbahan serat kayu |
Dengan menggunakan noken ini, kekhasan orang asli Papua lahir dengan sendirinya. Sa senang sekali ketika melihat orang memakai tas noken.
Mama Papua lain berjualan di depan toko Gelael. Di sini, dorang jual sayur daun kasbi, kangkung, labu siam yang su parut, tauge (kacang tumbuk). Ada juga mama Papua yang jual hipere (Ubi), kasbi, keladi tinta (keladi dengan paduan warna putih dan ungu). Dibagian lain, ada yang jual pinang. Tujuh - sepuluh buah pinang plus tiga buah sirih dihargai Rp 5.000,00. Kalau ada yang mau bungkus, dong su siapkan kapur dikertas dan dilipat berbentuk segi tiga. Tapi, yang sa lihat, kebanyakan pembeli pinang tu su punya kapur yang dong simpan di dalam kaleng berukuran kecil.
Di seantero Papua, semua orang makan pinang. Mulai anak kecil usia sekolah dasar hingga orang lanjut usia. Di mana-mana orang pergi pasti menemukan pinang. Ada juga yang jualan dipinggir jalan, depan rumah, bahkan dihalaman rumah penduduk tidak sedikit yang menanam pohon pinang.
Satu malam diakhir bulan Desember 2010, sa antar mama de ke toko Gelael untuk membeli susu. Kira-kira jam delapan malam lebih. Mama-mama ini masih duduk berjualan. Diantara mereka ada yang hanya pake kain sarung untuk membungkus dong pu badan, tangkis angin malam yang dingin. Ada yang pakai baju hangat dengan sulaman tangan. Ada juga yang terlihat hanya menggunakan baju kaos yang melekat ditubuh nya. Di depan dorang pu jualan, hanya ada pelita yang dibuat dari botol seukuran botol selai kacang 400 gram.
Dibagian lain, ada meja berukuran kecil yang dibalik. Pemiliknya telah pulang atau mungkin tidak berjualan hari itu. Semoga bukan karena sakit. Semoga besok lagi, dia bisa berjualan. Semoga.
Pengamatan sa terhadap mama dorang terhenti dengan sebuah suara "ayo say, tong pulang," ajakan mama de sambil berjalan ke tempat parkiran.
Freddy Sidik, seorang seniman dan pencipta lagu asal Papua. Lagu 'mama - mama pasar' mengandung arti yang sangat dalam. Kalimatnya begitu sederhana namun mampu menggambarkan perasaan mama - mama pasar.
"Mama-mama pasar"
Rasa sakit di dalam hati bila ko tra peduli torang
Kami ini mama mu, anak
Mengapa kau begitu
Kami mama-mama pasar
Kami bukan peminta-minta
Ini hasil keringat kami, bukan seperti dorang
Pesan sudah mama kasi tau
Berjualan dipinggir jalan
Pesan sudah mama cerita
Menahan panas dan dingin.
Freddy Sidik, seorang seniman dan pencipta lagu asal Papua....Like it
BalasHapusTrima kasih Justizia untk tulisnM yang mengganyutkn Q.
BalasHapus