Jadilah pesejarah bagi sejarah ko sendiri

Minggu, 12 Desember 2010

“Sa pu nama OPM”


“Dorang tangkap saya gara-gara sa tulis sa pu nama di baju kaos”

Suatu hari di Numbay (sekarang Jayapura) ada pemeriksaan terhadap orang-orang yang menggunakan barang-barang “berbau” Bintang Kejora, bendera bangsa Papua. Sore itu ada seorang pace bertubuh tinggi dan kekar, berkulit hitam serta berjenggot lebat dengan rambut yang besar dan tidak disisir melintasi lingkaran Abepura. Noken khas anyaman mama-mama Papua yang berbahan akar pohon berwarna kuning menggantung pada leher pace tadi. Sejenak dia berdiri di depan sebuah toko sambil menghisap asap tembakau yang dililit rapih dengan kertas berwarna putih. Tidak jelas apa yang dilakukukan di sana. Entah, menunggu temannya untuk menikmati sore itu dengan rokok produksi tangan papua atau menunggu taxi (sebutan untuk angkutan kota bagi warga di Numbay).

Beberapa saat kemudian, ada lima orang laki-laki berpotongan a la militer mendatangi pace itu. Sebut saja “anggota”. Wajah mereka tidak ramah. Kulit mereka sedikit lebih terang, rambut pendek dan rapih. Secara fisik, mereka bukan orang Papua asli. Dengan jacket kulit hitam, mereka berdiri mengitari dia dan bertanya-tanya. Pace itu di bawa dengan paksa berjalan kaki ke kantor polisi yang letaknya sekitar 100 meter dari tempat mereka berdiri.

Pace itu bingung. Dia tidak mau berjalan, menyebabkan dua anggota militer tadi harus extra mendorong dan menarik dia.

"Hei... Ko OPM to!" Bentak seorang anggota sambil memegang kencang dan menarik baju dia.

"Iyo, sa OPM! Kenapa jadi...." Jawab pria Papua itu dengan suara lantang dan menantang.

"Jadi, ko ini yang suka buat kaco to...ko berani lawan negara ini! Ko ikut ke kantor polisi sekarang."

“Siapa yang mau lawan negara jadi…sa juga tra buat kaco mo! Kam lepas sa sudah”

Dalam perjalanan itu, tidak ada orang yang berusaha membantu pace OPM  tadi. Barangkali karena anggota militer tadi lebih menyeramkan untuk didekati atau sebaliknya…:D

Singkat kata, mereka tiba di kantor polisi. Interogasi pun dilakukan.

"Weee...kam kenapa tangkap saya? Saya salah apa?" Sambil berusaha menghindarkan bagian muka dia dari hantaman para anggota polisi itu, dia terus berkata dengan suara setengah teriak, "Sa salah apa ne... Kenapa kamu pukul sa terus!"

Dengan raut wajah ganas, seorang polisi bertanya setengah teriak, "Ko pu nama siapa?" Baju kaos putih yang dikenakan pace OPM  itu tak luput dari kemarahan anggota militer. Dia dipaksa buka baju.

"Sa sudah bilang, sa pu nama OPM! Kenapa kamu pukul sa terus?"

"Kurang ajar! Cepat ko jawab, ko pu nama siapa? Kenapa ko pake baju OPM? "

"OPM itu kepanjangan dari sa pu nama Obet Petrus Mote! Kam stop pukul saya terus, saya tidak buat salah!" Pace itu menjawab dengan suara keras dan melawan anggota militer itu untuk dibebaskan. Dia yakin, tidak ada kesalahan yang diperbuatnya.

Setelah mendengar penjelasan dan melihat Kartu Tanda Penduduk pace OPM anggota militer tadi jadi bingung. Apa yang harus diperbuat? Mereka sudah terlanjur berlaku kasar terhadap pace OPM. Tidak ada bukti yang menyatakan dia bersalah. Saya tidak tidak tau pasti, apakah anggota militer itu meminta maaf atas kesalahan mereka atau lebih mempertimbangkan gengsi sehingga prosesnya diakhiri a la mereka, dengan menyuruh pulang tanpa ada peryataan minta maaf?

Cerita ini hanya fiksi belaka. Dikembangkan setelah mendengar cerita MOB (cerita lucu a la Papua) dari seorang sahabat. Jika ada kesamaan nama, itu merupakan hal yang tidak disengaja. Mohon dimaafkan..:)

Jakarta, 12 Des 2010


Rabu, 08 Desember 2010

Kado Natal 2010

“Selamat datang Natal, selamat datang Derek ....”

Bulan Desember adalah bulan yang penuh berkat dan sukacita khususnya bagi seluruh umat kristiani dimuka bumi. Bulan ini begitu penting. Orang-orang mulai sibuk mempersiapkan diri menyambut hari kelahiran Yesus Kristus yang menjadi Tuhan dan Juru Selamat bagi orang yang percaya kepada-Nya. Peringatan ini menjadi rutinitas kaum nasrani. Mama-mama dan anak perempuan mulai mempersiapkan berbagai jenis kue natal, minuman kaleng, sirup untuk menjamu tamu di hari natal. Kelompok bapa dan anak laki-laki akan sibuk pula mencat rumah, menata tanaman dengan hiasan lampu berwarna-warni dan memasang Pohon Terang yang dilengkapi asesoris dan kado natal. Hal lain yang terkadang menjadi rutinitas adalah membeli  baju baru. 

Pada Rabu dini hari (8/12), keluarga besar Wetipo-Dorebay, khususnya Tinus dan Iche diberikan sukacita yang lebih besar. Pagi itu sekitar jam 3, seorang anak laki-laki dilahirkan dari rahim seorang mama muda, Iche Dorebia-Wetipo. Anak itu diberi nama Samuel Derek Wetipo. Meskipun kelahiran Derek melalui operasi medis, namun bobot  bayi itu ada dalam range yang normal yakni 3.700 gram.

Ada dua kelompok bayi menurut berat badannya. Pertama, berat badan bayi yang begitu lahir memiliki bobot lebih dari 3.900 gram. Berat badan normal bayi sekitar 2.500-3.800 gram. Kondisi yang dikenal sebagai giant baby, dan dapat terbawa sampai anak tumbuh dewasa.  Kelompok kedua adalah berat badan bayi sewaktu lahir tergolong normal, namun pada masa pertumbuhannya naik cukup banyak hingga melebihi ambang batas grafik pertambahan berat badan. Bayi seperti ini diistilahkan sebagai bayi dengan berat badan di atas rata-rata. Kondisi ini umumnya disebabkan pola makan bayi yang berlebihan dan asupan gizi yang tidak seimbang.

Hanya ada rasa syukur kepada Tuhan atas kelahiran Derek dengan bobot yang normal dan mamanya yang “sukses” menjalankan proses persalinan ini.  Derek akan menjadi anak dan cucu pertama dari keluarga Tinus Wetipo.Derek, kaulah kado Natal terindah yang akan selalu disayangi dan dilindungi oleh bapa, mama, tanta, bapa ade, mama ade, tete, nene, dan smua yang ada disekitar Derek.”

Dan, ucapan syukur juga sebagai manusia Papua karena lahir lagi dengan selamat calon pemimpin Papua yang sehat. Semoga dimoment natal ini, bisa lahir bayi-bayi Papua yang sehat sebagai pewaris dan penerus bangsa Papua. Bukan lahir untuk ditindas melainkan lahir untuk mempertahankan martabat bangsa dan negri Papua.

Selamat datang Natal, selamat datang Derek, selamat datang calon pemimpin bangsa Papua....

Keluarga dilarang besuk Filep Karma by Garda Papua

Filep Karma dan Buchtar Tabuni sejak , 3 Desember 2010 dipindahkan ke tahanan Polda Papua. sampai saat ini belum diproses hukum oleh kepolisian dan belum didampingi pengacara.

Sejak 4 Desember 2010, sampai saat ini,  akses bertemu dengan Filep Karma dan Buchtar Tabuni di tutup. Keluarga(adik kandung karma, 2 orang) dan wakil dari SKPHP mencoba datang pada hari senin, 6 Desember 2010, mereka harus berhadapan dengan petugas polisi. Pada jam 16.00, keluarga meminta petugas polisi untuk ketemu Karma, karena aturan jadwal besok tahanan setiap hari, kecuali hari libur dan tanggal merah dari jam 15.00 – 17.00.
keluarga menanyakan kepada petugas polisi ‘’kenapa kami tidak bisa bertemu kakak kami’’ujar adik karma. Petugas polisi memberikan jawaban ‘’karena karma,cs,  adalah tahanan titipan lapas Abepura , ini sudah perintah atasan, kalau ingin bertemu, harus melapor dulu kepada Kepala satuan reserse kriminal (Kasat Reskrim, Polda Papua), karena kami hanya menjalan perintah dari atasan’’. Keluarga tetap mendesak hanya ingin memberikan makanan serta perlengkapan kebutuhan Karma, keluarga juga ingin menanyakan dan mendengar sendiri dari Filep Karma, kenapa sampai dipindahkan dan kenapa kami tidak bisa bertemu.

Petugas memberikan kesempatan hanya sebentar saja , untuk keluarga memberikan perlengkapan kebutuhan Karma, kemudian keluarga diminta untuk pulang. Informasi yang didapatkan dari keluarga, bahwa sejak 3 Desember, hingga 5 Desember, jam 2 siang. Petugas lapas Abepura mengantar makanan untuk lima orang napi yang ditahan, jadi selama satu hari tahanan tidak diberikan makanan. Karma menanyakan kepada petugas polisi’’kenapa kami ,tidak diberikan makan’’. Petugas mengatakan ‘’karena karma ,cs, adalah tahanan titipan lapas Abepura, jadi menjadi tanggungan Lapas, bukan tanggungan kepolisian’’.

Lima narapidana yang ditahan, tidak mendapatkan akses makanan dan minuman yang baik, petugas Lapas Abepura, sejak 5 Desember membawa makanan tidak disertai minum. Sehingga keluarga harus membawa air galon Aqua untuk lima narapidana mendapatkan minuman. Karma sejak 4 Desember, melakukan mogok makan, salah satu bentuk protes kepada Kakanwil Papua dan Kalapas Abepura ,karena dia tidak merasa bersalah.

Keluarga mengirim surat kepada Kalapas Abepura, Kapolda Papua , Kasat Reskrim , dan ditembuskan kepada Wakapolda dan Kabareskrim. Keluarga mempertanyakan dasar hukum mana, yang kami tidak bisa menemui Karma.
Situasi yang dihadapi oleh Filep Karma dan Buchtar Tabuni adalah merupakan penyiksaan Negara secara non – fisik. Terlepas dalam konteks pasal ‘’Makar dan Penghasutan’’ yang menyebabkan Filep Karma harus menjalani ,15 Tahun dan Buchtar tabuni , 3 Tahun Penjara, bahwa narapidana juga adalah manusia. Mereka sama hak dan martabat dengan manusia yang berada di luar penjara.

Dengan dipindahkan Filep Karma dan Buchtar Tabuni , adalah wajah buruk perlakuan oknum Negara Indonesia kepada Tahanan Politik Papua. Oknum Negara tidak menjalankan aturan yang sesuai dengan Pasal 10 Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik: “Semua orang yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan secara manusiawi dan dengan tetap menghormati martabatnya sebagai manusia.”
Sangat jelas bahwa oknum Negara tidak menjalankan aturan ‘’Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)’’sehingga petugas polisi yang keluarga Filep Karma hadapi ‘’mereka yang hanya taat kepada atasan , tapi tidak taat kepada UU yang merupakan aturan dasar yang sah untuk di patuhi’’.

Filep Karma dan Buchtar Tabuni berhak mendapatkan kunjungan dari keluarga, penasihat hukum dan orang lain, sesuai dengan pasal 18 ayat 1 PerMenkeh RI dan Filep Karma dan Buchtar juga Bebas melakukan surat-menyurat dengan penasehat hukum atau sanak keluarga, sesuai pasal 18 ayat 4 PerMenkeh RI. Sekarang menjadi pertanyaan bagi Keluarga Narapidana yang dituduh adalah sebagai penghasut dan ditahan karena kasus kerusuhan Lapas Abepura, 3 Desember 2010, mempertanyakan dasar hukum apa yang digunakan oleh Kantor Kepolisian Daerah Papua untuk Tahanan titipan Lapas Abepura yang sudah berjalan 4 hari,  tidak bisa dikunjungi oleh keluarga, pengacara,dan orang lain. (SKPHP)